Selamat Datang di blog KUA Nongsa Kota Batam Kepri, Dalam rangka meningkatkan pelayanan prima, KUA Nongsa menerapkan pelayanan berbasis IT

KUA Kami

Untuk Informasi lebih lengkap dan jauh, kunjungi kantor kami terletak di Jl. Hang Kesturi Kelurahan Batu Besar Kec. Nongsa.

AKAD NIKAH

akad nikah ialah ijab daripada pihak wali perempuan atau wakilnya dan qabul dari pihak calon suami atau wakilnya.

Pelayanan Berbasis IT

Guna meningkatkan pelayanan prima, KUA Nongsa mempergunakan IT untuk menunjang kegiatan di KUA.

Manasik Haji

Salah satu tupoksi dari KUA adalah mengadakan manasik haji tiap tahun untuk jamaah haji kecamatan Nongsa.

Keluarga Sakinah

Salah satu kunci keluarga sakinah adalah adanya cinta dan kasih sayang suami dan istri yang dibangun di atas spirit saling membahagiakan.

Jumat, 22 Juli 2011

WHITE PAPER PEMBINAAN PENGHULU




1. Standar Pelayanan


Salah satu peran penghulu yang sangat dinantikan oleh masyarakat adalah kehadirannya sebagai representasi pemerintah dhi. Menteri Agama, untuk mengawasi serta memenuhi aspek legalitas pernikahan. Peran ini nyaris tak tergantikan oleh siapapun sepanjang pejabat penghulu dimungkinkan hadir dalam peristiwa penting tersebut. Melalui sudut pandang ini, sudah selayaknya para penghulu mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar dapat memenuhi keterwakilan pemerintah yang memberi mandat kepadanya.





Agar segala sesuatunya berjalan dengan baik menurut kepatutan dan kepantasan, serta benar menurut peraturan perundangan, diperlukan sebuah standar pelayanan bagi para penghulu dalam melaksanakan tugas pendaftaran, pemeriksaan, pengawasan, dan pencatatan pernikahan bagi masyarakat. Standar pelayanan tersebut merupakan pedoman teknis yang berlaku secara baku dan formal yang ditaati oleh seluruh penghulu. Sebaiknya pedoman standar tersebut dibuat sedemikian rupa bersifat ringkas, sederhana, urgen, dan baku, serta dikuasai sepenuhnya oleh penghulu sehingga dapat mencegah “persaingan” tak sehat di antara mereka.





2. Kerjasama Kemenag-Kemendagri


Persoalan klasik yang paling sering dihadapi oleh para penghulu adalah kebenaran jati diri calon mempelai, khususnya menyangkut status perkawinan mereka sebelumnya, serta kebenaran pengakuan sebagai wali nikah yang berhak. Meski para penghulu dalam melakukan tugas pemeriksaan pada saat pendaftaran perkawinan dibantu dengan instrumen data dari kelurahan/desa, pada kenyataannya masih juga terjadi praktik pemalsuan identitas yang dilakukan oleh sebagian masyarakat. Kesalahan ini seharusnya dapat ditekan sekecil mungkin jika data kependudukan yang selama ini dikuasai sepenuhnya oleh Kemendagri dapat diakses juga oleh para penghulu. Dengan demikian, seorang penghulu yang melihat adanya inkonsistensi atau ketidaksinkronan antara data dan kenyataan yang dilihat dan didengarnya, dapat melakukan cross check data kependudukan orang bersangkutan. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikaji lebih lanjut kemungkinan kerja sama antara Kemenag dan Kemendagri dalam akses data kependudukan ini. 


Seyogyanyalah para penghulu mendapatkan akses untuk mengetahui data kependudukan calon mempelai beserta walinya meski diberikan secara terbatas kepada penghulu demi memastikan dan menjamin bahwa keputusan menerima dan melaksanakan permohonan perkawinannya adalah keputusan yang benar baik menurut agama maupun peraturan perundangan.





3. Penghulu sebagai Pengarah Acara


Biasanya, masyarakat telah merancang prosesi pernikahan berikut pengaturan waktu yang ketat. Hal itu mereka lakukan agar rangkaian acara yang panjang dan melelahkan serta memakan waktu itu dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai time table. Harapan mereka proses pelaksanaan akad dan lain-lainnya dapat diselesaikan segera tanpa perlu bertele-tele. Masyarakat juga menghendaki selain kelancaran, pernikahan dapat berjalan dengan hidmat. Untuk menjamin hal itu, pihak penyelenggara telah mempersiapkan segala sesuatunya, antara lain, pelaku acara, urutan acara, sarana prasarana, dan lain-lain. Alhasil, sebenarnya tugas penghulu semakin efisien dan sepertinya tidak perlu berperan terlalu banyak. Namun, sebagai perwakilan pemerintah, dhi. Menteri Agama, masyarakat tetap mengharapkannya sebagai pemegang otoritas legalitas akad nikah. Tugas penghulu tetap sentral dalam seluruh rangkaian upacara akad nikah. Diperlukan keterampilan penghulu untuk memandu acara agar tidak keluar dari “apa yang seharusnya” terjadi. 


Penghulu berperan sebagai “sutradara” yang akan mengarahkan acara hingga kepada hal-hal yang bersifat batiniah, misalnya membangun suasana agung akad nikah, membangun suasana hidmat acara pernikahan, membimbing mempelai untuk menata hati mereka, dan sebagainya. Semua itu dilakukan agar suasana dan nuansa religius dapat terbangun dengan sempurna melalui arahan penghulu yang melakukannya dengan penuh kesungguhan dan efisien.





4. Formulir Feed Back


Teknik pengawasan terhadap para penghulu yang paling efektif sebenarnya adalah dengan melibatkan masyarakat pengguna jasa pelayanan secara langsung. Penilaian dan kesan masyarakat akan citra dan kinerja penghulu selama ini menjadi outcome segala bentuk pengaturan tersebut. Selama ini, problematika pembinaan penghulu hampir selalu berdasarkan laporan dari mulut ke mulut. Beberapa di antaranya adalah soal waktu, biaya, perilaku, kapabilitas, dan layanan administrasi pernikahan. Laporan oral, betapapun pentingnya, selalu memiliki kelemahan, yaitu pada aspek pembuktiannya, sehingga sulit menjadi dasar penindakan. Ia mungkin berguna sebagai bahan investigasi yang, sayangnya, memakan banyak waktu dan biaya. Untuk mengatasi hal itu, perlu dirancang format baru untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat diberi satu formulir yang dapat mereka isi sebagai feed back atas pelayanan penghulu. 


Formulir itu dibuat rangkap empat serta dapat dikirim via pos tanpa perangko ke KUA Kecamatan, Kankemenag Kab/Kota, Kanwil Kemenag Provinsi, dan Ditjen Bimas Islam cq. Dir. Urais dan Binsyar. Keuntungan yang bakal diperoleh dari upaya ini adalah diterimanya laporan dari tangan pertama atas kinerja para penghulu. Selain itu, tentu upaya ini sangat bermanfaat sebagai bahan pembinaan pada tahap selanjutnya. Keuntungan lain, dengan terbukanya akses langsung bagi masyarakat, sedikit banyak menambah tingkat kepuasan mereka atas pelayanan yang diberikan oleh Kementerian Agama secara umum.





5. Mini Seri Televisi


Dari berbagai laporan dan keluhan masyarakat, diperoleh kenyataan bahwa informasi pendaftaran dan pencatatan perkawinan belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Meskipun pencetakan dan pengiriman brosur, poster, dan sarana publikasi lainnya terus dilakukan, akan tetapi belum berhasil menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan wilayah yang luas. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jangkauan media yang digunakan dalam mempublikasikannya. Pemanfaatan media televisi yang tingkat sebarannya sangat luas, perlu dilakukan secara intensif dan dalam rentang waktu yang cukup. Karena menggunakan media televisi, program publikasi yang ditayangkan harus dapat bersaing dengan program-program lainnya agar inti pesan dapat sampai kepada khalayak serta diterima dengan baik. Pilihan talkshow atau bentuk ceramah mungkin efektif bagi kalangan yang telah terdidik atau telah memiliki kesadaran yang cukup. 


Akan tetapi, untuk kalangan masyarakat “marjinal” metode tersebut kurang diminati. Kemenag perlu mencari metode lain yang sekiranya dapat diterima oleh sebagan besar lapisan masyarakat. Tren penyampaian pesan melalui sinetron dapat menjadi alternatif yang digemari yang menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat. Hanya saja, medium ini membutuhkan biaya besar. Solusinya adalah kerjasama dengan production house untuk membuat mini seri sinetron yang dibiayai bersama. Pembiayaan yang bersumber dari Kemenag bersifat bantuan, sedangkan dari pihak PH dapat menggunakan sponsorship.





6. Atase Agama di Luar Negeri


Untuk melayani warga negara Indonesia di luar negeri serta memberi kemudahan mereka mendaftar dan melaksanakan pernikahannya, diperlukan pejabat Atase Agama. Agar dapat merealisasikan maksud tersebut, perlu melakukan kajian yang mendalam mengenai kemungkinan dan rasionalisasi kebutuhan antara negara asing, jumlah WNI, anggaran, serta ketersediaan petugas. Selebihnya adalah menyusun tugas pokok, fungsi, dan peran pejabat atase di bidang keagamaan. Menyadari bahwa jumlah peristiwa nikah berbanding lurus dengan jumlah WNI di satu negara, tentu volume dan beban tugas masing-masing atase agama tidak akan sama satu dengan lainnya. Demikian pula, belum dapat dipastikan bahwa pengangkatan seorang atase agama (hanya) untuk menangani pernikahan akan sepadan dengan anggaran yang dikeluarkan, mengingat akuntablitas menjadi tolok ukur kinerja pegawai pemerintahan. 


Oleh sebab itu, tugas dan fungsi atase agama mesti diperluas tidak sekadar mengurusi pernikahan, tetapi juga menangani keperluan warga negara dan pemerintah Indonesia serta hal-hal lain di bidang agama yang berkaitan langsung dengan kepentingan negara. Salah satu contoh adalah mengenai perkembangan aliran keagamaan di dalam negeri yang memiliki akses dan jaringan di luar negeri. Untuk dapat mengetahui perkembangan jaringan ini dapat memanfaatkan atase agama. Mereka diminta mengamati, mencatat, serta mengirimkan data dan laporan analisanya ke Kementerian Agama RI. Untuk itu, seorang atase agama harus juga memiliki bekal kemampuan intelijen.





7. Penyempurnaan Sistem Administrasi Nikah (SIMKAH)


Pengembangan SIMKAH hingga saat ini masih harus terus ditingkatkan agar memenuhi standar pelayanan yang diharapkan. Akan tetapi, hal itu belum dapat terwujud disebabkan SIMKAH tidak berada di bawah pengelolaan Diturais dan Binsyar. Sebagai user sekaligus operator, sudah seharusnya Diturais dan Binsyar mengelola sendiri SIMKAH tersebut agar dapat disesuaikan dengan proyeksi kebutuhan berdasarkan rasio antara jumah penghulu dan jumlah peristiwa nikah. 


Selain berada di tangan yang tepat (sebagai user) pengelolaan tersebut juga akan mempersingkat proses pengolahan data yang akan berujung kepada efisiensi pelayanan. Manfaat lainnya adalah Diturais dan Binsyar dapat secara langsung melaksanakan peningkatan pelayanan dan keterampilan para penghulu dalam pengoperasian sistem tersebut. Pada gilirannya nanti, SIMKAH yang saat ini masih membutuhkan pengembangan dapat tertangani secara langsung berdasarkan orientasi kebutuhan yang sesungguhnya. Kelemahan penguasaan teknologi informatika di kalangan penghulu ini dapat diatasi dengan penambahan frekuensi pelatihan penguasaan IT serta penambahan jaringan, sarana dan prasarana komputasi.




8. Pengawasan Langsung Kinerja Penghulu


Yang tak kalah pentingnya dalam hal pengawasan adalah melihat sendiri kinerja petugas dalam menangani atau menyelesaikan tugas-tugasnya di saat itu. Umumnya kita menggunakan istilah “sidak”. Manfaat yang dapat diperoleh dari sidak ini adalah dapat mengetahui kualitas kinerja terkini secara langsung berdasarkan pandangan mata. Ini juga berfungsi sebagai terapi kejut untuk menjaga kesadaran bahwa dia sedang diawasi. Selain itu, ini juga dapat digunakan sebagai instrumen pembinaan secara langsung agar penyimpangan tak merambat lebih jauh. Hasil sidak ini pada gilirannya dapat berguna sebagai bahan masukan untuk merumuskan langkah-langkah pembinaan berikutnya bagi penghulu lainnya. Jika sidak ini dapat dilakukan di berbagai wilayah kota, maka tentu berguna sebagai semacam sampling terhadap kinerja penghulu secara umum. Mengenai pelaksanaan sidak, bisa dilakukan kapan saja atau disesuaikan dengan jadual kegiatan lainnya.





Jakarta, Maret 2011




PROSES NIKAH DAN RUJUK



  • Ke RT/RW


Mengurus surat pengantar nikah untuk di bawa ke desa/kelurahan


  • Ke Balai Desa/Kelurahan


Untuk mendapatkan :


  1. Surat Keterangan Untuk Nikah ( model N. 1 )

  2. Surat Keterangan Asal usul ( Model N.2 )

  3. Surat Keterangan tentang Orang Tua ( N.4 )



  • Ke PUSKESMAS


Untuk Imunisasi TT 1 bagi mempelai perempuan


  • Ke Kantor Urusan Agama :


Dengan membawa ( Persyaratan Nikah ) :


  1. Pemberitahuan Kehendak Nikah (model N.7)

  2. Surat Keterangan (Model N.1, N.2 dan N.4)

  3. Surat Persetujuan Mempelai (Model N.3)

  4. Surat Ijin Orang Tua/Wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun (N.5)

  5. Surat Keterangan Kematian suami/istri bagi janda/duda (N. 6)

  6. Dispensasi Pengadilan Agama bagi calon suami/istri yg belum berusia 19/16 thn

  7. Ijin Pengadilan Agama bagi yang berpoligami

  8. Ijin Pejabat yang berwenang bagi aparat TNI/POLRI

  9. Akta Cerai/Kutipan Buku Pendaftaran Talak/Cerai bagi janda/duda (cerai)

  10. Ijin menikah dari Kedutaan / Kantor Perwakilan Negara bagi WNA



Pejabaran :





Di dalam negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib hukum.



Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.
Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan sebagai berikut :

  1. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .

  2. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan).

  3. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.

  4. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.



A. Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan :

I. Perkawinan Sesama WNI


  1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Pengantin (catin) masing-masing 1 (satu) lembar.

  2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.

  3. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.

  4. Pas photo caten ukuran 2x3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota ABRI berpakaian dinas.

  5. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai dari Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.

  6. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :

  7. Caten Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;

  8. Caten Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;

  9. Laki-laki yang mau berpoligami.

  10. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 tahun baik caten laki-laki/perempuan.

  11. Bagi caten yang tempat tinggalnya bukan di wilayah Kec. Wedi, harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.

  12. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari Pejabat Atasan/Komandan.

  13. Bagi caten yang akan melangsungkan pernikahan ke luar wilayah Kec. Wedi harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari KUA Kec. Wedi.

  14. Kedua caten mendaftarkan diri ke KUA Wedi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat Wedi.

  15. Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10 harus melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status kewarganegaraannya (K1).

  16. Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang tidak mampu.




II. Perkawinan Campuran

  1. Akte Kelahiran/Kenal Lahir

  2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian

  3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)

  4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)

  5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi

  6. Foto Copy PasPort

  7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.

  8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi.



B. Pemeriksaan Nikah
PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa berkas berkas yang ada apakah sudah memenuhi syarat atau belum, apabila masih ada kekurangan syarat maka diberitahukan adanya kekurangan tersebut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikahnya yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan Nikah (Model NB).
Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa, maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat tinggalnya. Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN berhak menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan surat penolakan beserta alasannya. Setelah pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah. Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya administrasi pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. Pengumuman Kehendak Nikah
Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak nikah (model NC) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing calon mempelai.
PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10 hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam psl 3 ayat 3 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting misalnya salah seorang calon mempelai akan segera bertugas keluar negeri, maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon dispensasi kepada Camat selanjutnya Camat atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.

D. Pelaksanaan Akad Nikah
Pelaksanaan Upacara Akad Nikah :

  • di Balai Nikah/Kantor

  • di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau gedung dll.


Pemeriksaan Ulang :
Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu terlebih dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang persyaratan nikah dan administrasinya kepada kedua calon pengantin dan walinya untuk melengkapi kolom yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor atau apabila ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/ Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat.


Pemberian izin
Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi ayah untuk meminta izin kepada anaknya yang masih gadis atau anak terlebih dahulu minta/memberikan izin kepada ayah atau wali, dan keharusan bagi ayah meminta izin kepada anaknya untuk menikahkan bila anak berstatus janda.


Sebelum pelaksanaan ijab qobul


Sebagaimana lazimnya upacara akad nikah bisa didahului dengan pembacaan khutbah nikah, pembacaan istighfar dan dua kalimat syahadat


Akad Nikah /Ijab Qobul
Pelaksanaan ijab qobul dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya terhadap calon mempelai pria, namun apabila karena sesuatu hal wali nikah/calon mempelai pria dapat mewakilkan kepada orang lain yang ditunjuk olehnya.


Penandatanganan Akta Nikah


Oleh kedua mempelai, wali nikah, dua orang saksi dan PPN yang menghadiri akad nikah.


Pembacaan Ta’lik Talak
Penandatanganan ikrar Ta’lik Talak
Penyerahan maskawin/mahar
Penyerahan Buku Nikah/Kutipan Akta Nikah.
Nasihat perkawinan
Do’a penutup.

PEDOMAN PENILAIAN KINERJA KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) TELADAN





Kantor Urusan Agama Kecamatan memiliki posisi dan kedudukan yang sangat penting dalam rangka pencitraan Kantor Kementerian Agama secara keseluruhan. Meskipun secara organisasi KUA merupakan unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam pada tingkat Kecamatan, akan tetapi cakupan tugas fungsinya sangat besar. Sebagai salah satu unit pelayanan publik, KUA dituntut mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan optimal.






Pelayanan yang ada di KUA meliputi pelayanan pernikahan, perwakafan, kemasjidan, bimbingan calon pengantin, pembinaan pengamalan agama, majlis taklim, pengukuran arah kiblat, sosialisasi produk halal, bimbingan manasik haji serta konsultasi keagamaan.






5 (Lima) Hikmah Nikah





ANJURAN telah banyak disinggung oleh Allah dalam al-Quran dan Nabi lewat
perkataan dan perbuatannya. Hikmah yang terserak di balik anjuran tersebut
bertebaran mewarnai perjalanan hidup manusia. Secara sederhana, setidaknya
ada 5 (lima) hikmah di balik perintah menikah dalam Islam.







Pertama
, sebagai wadah birahi manusia. Allah ciptakan manusia
dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi
positif dan ada kalanya negatif. 
Manusia yang tidak bisa
mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah yang telah
ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang.
Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi ‘aspirasi’
nulari normal seorang anak keturunan Adam.




Kedua
, meneguhkan akhlak terpuji. Dengan menikah, dua anak manusia
yang berlawanan jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta
menjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah yang baik. Akhlak dalam
Islam sangatlah penting. Lenyapnya akhlak dari diri seseorang merupakan
lonceng kebinasaan, bukan saja bagi dirinya bahkan bagi suatu bangsa.
Kenyataan yang ada selama ini menujukkkan gejala tidak baik, ditandai
merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan. Jauh sebelumnya, Nabi
telah memberikan suntikan motivasi kepada para pemuda untuk menikah, “Wahai
para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk menafkahi, maka
hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan,
pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa,
sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri
.” (HR. Bukhari-Muslim)




 




Ketiga
, membangun rumah tangga islami. Slogan “sakinah, mawaddah,
wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah.
Tidak ada kisah menawan dari insan-insan terdahulu maupun sekarang hingga
mereka sukses mendidik putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang
diteruskan dengan membangun biduk rumah tangga islami. Layaknya perahu,
perjalanan rumah tangga kadang terombang-ambing ombak di lautan. Ada aral
melintang. Ada kesulitan datang menghadang. Semuanya adalah tantangan dan
riak-riak yang berbanding lurus dengan keteguhan sikap dan komitmen
membangun rumah tangga ala Rasul dan sahabatnya.

Sabar dan syukur adalah kunci meraih hikmah ketiga ini. Diriwayatkan tentang
sayidina umar yang memperoleh cobaan dalam membangun rumah tangga.

Suatu hari, Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman khalifah
Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan
kecerewetan istrinya.

Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam
rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi
istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar
keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang
sedang gundah.Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan
istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan,
berdiam diri saat istrinya ngomel? Beliau berkata, “Wahai
saudaraku, istriku adalah yang memasak masakan untukku, mencuci
pakaian-pakaianku, menunaikan hajat-hajatku, menyusui anak-anakku. Jika
beberapa kali ia berbuat tidak baik kepada kita, janganlah kita hanya
mengingat keburukannya dan melupakan kebaikannya.”


Pasangan yang ingin membangun rumah tangga islami mesti menyertakan prinsip
kesabaran dan rasa syukur dalam mempertahankan ‘perahu daratannya’.




 


 


 




Keempat
, memotivasi semangat ibadah, Risalah Islam tegas memberikan
keterangan pada umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah
kecuali untuk bersembah sujud, beribadah kepada-Nya. Dengan menikah,
diharapkan pasangan suami-istri saling mengingatkan kesalahan dan kealpaan.
Dengan menikah satu sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan
Rasul-Nya.

Lebih dari itu, hubungan biologis antara laki dan perempuan dalam ikatan
suci pernikahan terhitung sebagai sedekah. Seperti diungkap oleh rasul dalam
haditsnya, “Dan
persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.”
“ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi
syahwatnya, ia mendapat pahala
?” Rasulullah menjawab, “Tahukah
engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa,
demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat
pahala
.” (HR. Muslim)




 




Kelima
, melahirkan keturunan yang baik Hikmah menikah adalah
melahirkan anak-anak yang salih, berkualitas iman dan takwanya, cerdas
secara spiritual, emosional, maupun intelektual. Dengan menikah, orangtua
bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa
dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu
melahikan generasi yang baik pula. Lima hikmah menikah di atas, adalah satu
aspek dari sekian banyak aspek di balik titah menikah yang digaungkan Islam
kepada umat. Saatnya, muda-mudi berpikir keras, mencari jodoh yang baik,
bermusyawarah dengan Allah dan keluarga, cari dan temukan pasangan yang
beriman, berperangai mulia, berkualitas secara agama, lalu menikahlah dan
nikmati hikmah-hikmahnya. Wallahu
A`lam
.




 




Sumber : Ali Akbar bin Agil
. Penulis adalah staf pengajar di
Pesantren Darut Tauhid Malang