Selamat Datang di blog KUA Nongsa Kota Batam Kepri, Dalam rangka meningkatkan pelayanan prima, KUA Nongsa menerapkan pelayanan berbasis IT

Jumat, 22 Juli 2011

5 (Lima) Hikmah Nikah





ANJURAN telah banyak disinggung oleh Allah dalam al-Quran dan Nabi lewat
perkataan dan perbuatannya. Hikmah yang terserak di balik anjuran tersebut
bertebaran mewarnai perjalanan hidup manusia. Secara sederhana, setidaknya
ada 5 (lima) hikmah di balik perintah menikah dalam Islam.







Pertama
, sebagai wadah birahi manusia. Allah ciptakan manusia
dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi
positif dan ada kalanya negatif. 
Manusia yang tidak bisa
mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah yang telah
ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang.
Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi ‘aspirasi’
nulari normal seorang anak keturunan Adam.




Kedua
, meneguhkan akhlak terpuji. Dengan menikah, dua anak manusia
yang berlawanan jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta
menjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah yang baik. Akhlak dalam
Islam sangatlah penting. Lenyapnya akhlak dari diri seseorang merupakan
lonceng kebinasaan, bukan saja bagi dirinya bahkan bagi suatu bangsa.
Kenyataan yang ada selama ini menujukkkan gejala tidak baik, ditandai
merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan. Jauh sebelumnya, Nabi
telah memberikan suntikan motivasi kepada para pemuda untuk menikah, “Wahai
para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk menafkahi, maka
hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan,
pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa,
sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri
.” (HR. Bukhari-Muslim)




 




Ketiga
, membangun rumah tangga islami. Slogan “sakinah, mawaddah,
wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah.
Tidak ada kisah menawan dari insan-insan terdahulu maupun sekarang hingga
mereka sukses mendidik putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang
diteruskan dengan membangun biduk rumah tangga islami. Layaknya perahu,
perjalanan rumah tangga kadang terombang-ambing ombak di lautan. Ada aral
melintang. Ada kesulitan datang menghadang. Semuanya adalah tantangan dan
riak-riak yang berbanding lurus dengan keteguhan sikap dan komitmen
membangun rumah tangga ala Rasul dan sahabatnya.

Sabar dan syukur adalah kunci meraih hikmah ketiga ini. Diriwayatkan tentang
sayidina umar yang memperoleh cobaan dalam membangun rumah tangga.

Suatu hari, Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman khalifah
Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan
kecerewetan istrinya.

Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam
rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi
istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar
keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang
sedang gundah.Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan
istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan,
berdiam diri saat istrinya ngomel? Beliau berkata, “Wahai
saudaraku, istriku adalah yang memasak masakan untukku, mencuci
pakaian-pakaianku, menunaikan hajat-hajatku, menyusui anak-anakku. Jika
beberapa kali ia berbuat tidak baik kepada kita, janganlah kita hanya
mengingat keburukannya dan melupakan kebaikannya.”


Pasangan yang ingin membangun rumah tangga islami mesti menyertakan prinsip
kesabaran dan rasa syukur dalam mempertahankan ‘perahu daratannya’.




 


 


 




Keempat
, memotivasi semangat ibadah, Risalah Islam tegas memberikan
keterangan pada umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah
kecuali untuk bersembah sujud, beribadah kepada-Nya. Dengan menikah,
diharapkan pasangan suami-istri saling mengingatkan kesalahan dan kealpaan.
Dengan menikah satu sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan
Rasul-Nya.

Lebih dari itu, hubungan biologis antara laki dan perempuan dalam ikatan
suci pernikahan terhitung sebagai sedekah. Seperti diungkap oleh rasul dalam
haditsnya, “Dan
persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.”
“ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi
syahwatnya, ia mendapat pahala
?” Rasulullah menjawab, “Tahukah
engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa,
demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat
pahala
.” (HR. Muslim)




 




Kelima
, melahirkan keturunan yang baik Hikmah menikah adalah
melahirkan anak-anak yang salih, berkualitas iman dan takwanya, cerdas
secara spiritual, emosional, maupun intelektual. Dengan menikah, orangtua
bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa
dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu
melahikan generasi yang baik pula. Lima hikmah menikah di atas, adalah satu
aspek dari sekian banyak aspek di balik titah menikah yang digaungkan Islam
kepada umat. Saatnya, muda-mudi berpikir keras, mencari jodoh yang baik,
bermusyawarah dengan Allah dan keluarga, cari dan temukan pasangan yang
beriman, berperangai mulia, berkualitas secara agama, lalu menikahlah dan
nikmati hikmah-hikmahnya. Wallahu
A`lam
.




 




Sumber : Ali Akbar bin Agil
. Penulis adalah staf pengajar di
Pesantren Darut Tauhid Malang

0 komentar:

Posting Komentar